Senin, 17 Juni 2013

Budaya Meramal Nasib



Boleh jadi zaman semakin modern dan teknologi semakin canggih, namun tak bisa dipungkiri bahwa masih banyak manusia modern yang berprilaku seperti masa jahiliyah.  Salah satunya adalah budaya meramal nasib. Rupanya budaya yang dekat dengan dunia ghaib, magic atau tahayul ini juga masih digandrungi oleh orang-orang yang notabene berpendidikan tinggi
 Biasanya media yang paling gampang diakses adalah  majalah.  Hampir semua majalah wanita pasti kan ada rubrik ramalan bintangnya. Nah itu adalah bagian yang biasanya nggak ketinggalan dibaca. Ada juga yang memanfaatkan stand2 ramalan yang suka ada di pameran, mall atau acara-acara tertentu. Sekarang malah di internet juga mudah mengakses ramalan bintang.  Atau penewaran lewat sms kan mulai berkembang.
           Mungkin karena sudah dikemas secara profesional, jadi ramalan bintang itu seolah dekat dengan kehidupan para profesional. ramalan yang dibahas pun nggak jauh-jauh dari persoalan kehidupan, seperti soal jodoh, rejeki, asmara, sahabat, dll, yang itu semua amat terasa dalam pergaulan kita sehari-hari. Motivasinya mungkin berbeda-beda ya, ada yang iseng saja, ada yang memang sedang mencari jawaban atas persoalan yang dia hadapi. 
          kekayaan atau teknologi itupun justru digunakan untuk memodernisasikan bentuk-bentuk ramalan nasib. Hal yang paling mendasar yang mempengaruhi sikap manusia untuk tidak mempercayai ramalan nasib adalah aqidah/ iman.  Orang yang tingkat pemahaman aqidahnya benar dan mendalam, akan dengan mudah memahami bahwa prilaku percaya pada ramalan itu sama dengan prilaku orang yang bodoh, bahkan lebih tajam lagi sama dengan prilaku orang yang syirik atau menyekutukan Allah SWT. Na’udzubillahi muin dzalik! 

        Allah SWT telah menegaskan dalam firman-Nya QS Al An’aam: 59/ Al Jin: 26-27/ Al A’raf: 188. Ini menjadi dalil bahwasannya hanya Allah lah yang mengetahui kunci-kunci perkara yang ghaib, dan tidak seorang pun mengetahuinya. Maka, bila ada seseorang yang mengaku-aku bisa memastikan hal yang ghaib, sesungguhnya dia telah kafir kepada Allah, mengadakan dusta terhadap-Nya dengan terkaan, taksiran dan kebohongan. Jelas kiranya sebagai seorang muslim, kita tidak boleh mempercayai segala bentuk ramalan nasib.

      Penjelasan Imam Al Qurthubi terhadap ayat ke 26-27 surat Al Jin di atas menegaskan bahwa ramalan bintang itu tak ada faedahnya sama sekali, dan tidak menunjukkan celaka atau bahagiannya seseorang.  Bahkan secara tegas beliau menyatakan bahwa ramalan tersebut merupakan bentuk penentangan terhadap Al Qur’an yang agung. Jadi, sebenarnya karena kebodohan mereka terhadap agama itulah menyebabkan mereka terjerumus percaya dengan ramalan yang sesungguhnya perilaku itu sama dengan perilaku orang-orang musyrik.  
     Ayoo Tinggalkan budaya meramal nasib, jika ingin iman kita terjaga dan tidak tercemari oleh karat-karat perbuatan syirik. Ayo mengaji dan mengaji, biar kita semakin ngerti dan tidak terjebak ke dalam perbuatan syirik.
Kesimpulan
  1. Budaya meramal nasib adalah budaya yang diharamkan oleh Islam, dan termasuk kategori perbuatan syirik.
  2. Se-modern dan secanggih apapun cara dan hasil ramalan nasib, tetap saja itu merupakan dusta dan haram untuk kita percayai.[]


Tidak ada komentar:

Posting Komentar